Pages

Wednesday, March 16, 2011

Hubungan Diskriminasi dengan Empati

Permasalahan diskriminasi sangatlah banyak, salah satunya adalah permasalahan etnis Tionghoa di Indonesia yang dimulai ketika VOC beralih pemerintahan ke Pemerintahan Hindia Belanda di tahun 1800. Memasukinya era reformasi, pemerintah pada akhirnya menyadari bahwa paradigma yang senantiasa memojok-mojokkan etnis Tionghoa di Indonesia harus dihapuskan dari benak seluruh rakyat Indonesia. Akhirnya, pemerintah pun mencabut kebijakan-kebijakan yang bersifat diskriminatif. Dengan hal tersebut, dapat dilihat bahwa sikap empati dapat melunturkan sikap diskriminasi.1

Empati adalah sifat yang mengagumkan. Empati berbeda dengan pengertian sikap simpati. Empati lebih menekankan pada mengerti orang lain dan memahami kondisi orang lain secara emosional dan intelektual. Lalu, pengertian simpati adalah kesepakatan terhadap penilaian orang lain. Empati dibangun dari kesadaran diri, semakin kita terbuka terhadap emosi diri sendiri, semakin terampil kita memahami kerangka pikiran orang lain. Kemampuan berempati adalah kemampuan untuk memahami dan mengetahui bagaimana kerangka pikiran dan perasaan orang lain yang berpengaruh dalam berbagai aspek keberhasilan dalam kehidupan kita. Namun, jika kita tidak memiliki empati akibatnya juga sangat nyata, seperti tidak kepedulian dengan orang lain, tidak berperasaan dengan orang lain hingga tega berperilaku kekerasan dan kriminal.2

Latar belakang kebudayaan diskriminasi adalah hasil dari sebuah proses sosial masyarakat yang mengalami kontradiksi. Diantaranya adalah efek dari pembangunan industrialisasi yang berorientasikan pada terciptanya tatanan masyarakat. Dengan latar belakang tersebut diskriminasi hadir bersamaan dengan pembentukan kelas sosial masyarakat. Alasan utama terjadinya hal tersebut, diantaranya adanya kebutuhan dan keinginan mendapatkan pelayanan yang berbeda. Pada fasilitas publik sering banyak terjadi diskriminasi yang sulit untuk diidentifikasi, karena seringkali berlindung di balik sistem birokrasi.3

Korban diskriminasi bukan saja membutuhkan perlindungan dan pemberian ganti rugi, melainkan juga memerlukan pendampingan yang intensif. Korban kekerasan akibat diskriminasi tidak saja membutuhkan penanganan hukum, melainkan juga mengetahui kebutuhan yang diperlukannya. Empati mungkin kata yang tepat untuk menggantikan sejumlah pendekatan yang cenderung birokratis.3

Semua permasalahan mengenai diskriminasi dapat diatasi dengan bersikap empati. Untuk meningkatkan sikap empati, kita dapat memulainya dengan menumbuhkan pemahaman dan perasaan dalam jiwa kita, menanamkan tekad dalam hati untuk mengutamakan kepentingan orang lain, memiliki kerendahan hati, dan memberikan dorongan di saat orang lain mengalami kesulitan.1 Selain itu, sudah selayaknya kita saling menghormati dan melindungi hak asasi, demokrasi, dan persamaan hak setiap individu sehingga setiap orang berhak diperlakukan sama.2

Rujukan :

1. Santoso, Eko Jalu. Heart Revolution: Revolusi Hati Nurani. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2007.

2. Winarta, Fans H. Suara Rakyat Hukum Tertinggi. Jakarta: Buku Kompas, 2009.

3. Prasetyo, Eko dan Ari Sujto. “Yogyakarta Rmba Diskriminasi.” http://pusham.uii.ac.id/upl/article/id_Eko%20Prasetyo&Ari%20Sujito.pdf (5 Okt 2010)

No comments: