Pages

Sunday, December 4, 2011

Peyakit Pre-Malignan Pada Kulit

Berikut ini adalah beberapa penyakit pre-malignan pada kulit:

1. Eritroplasia Queyrat

Eritroplasia Queyrat merupakan penyakit Bowen pada glans penis. Pada tahun 1993 penyakit ini diakui sebagai salah satu penyakit yang dapat berubah bentuk menjadi karsinoma sel skuamosa (KSS) in situ. Lesi EQ lambat meluas dan biasanya akan bertahan selama beberapa tahun. Perkembangan penyakit ini menjadi karsinoma invasive terjadi pada sekitar 10-33% kasus. Perkembangan menjadi karsinoma sel skuamosa (KSS) lebih sering terjadi pada eritroplasia Queyrat daripada bentuk lain dari penyakit Bowen kulit. Penyakit ini terutama terjadi pada glans penis, preputium, atau meatus uretra pada pria tua. Eritroplasia Queyrat paling sering terjadi pada laki-laki yang tidak disunat dengan onset usianya sekitar 20-80 tahun. Penyakit ini timbul dari epitel mukosa penis. Faktor risiko terjadinya penyakit ini adalah rendahnya tingkat kebersihan seseorang, skumulasi smegma, friksi, trauma, dan infeksi HSV.1,2

Penyebab penyakit eritroplasia Queyrat sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini diperkirakan dapat diakibatkan oleh co-infection dari HPV tipe 8 dan 16. Transformasi malignan mungkin terjadi pada lesi eritroplasia Queyrat, sehingga dapat mempengaruhi prognosisnya. Pada suatu studi menunjukkan bahwa 10% dari kasus eritroplasia Queyrat akan berkembang menjadi penyakit ganas. Selain itu, telah dilaporkan pula bahwa penyakit ini dapat bermetastasis ke kelenjar getah bening lokal.1

Gambaran klinis yang terjadi pada eritroplasia Queyrat adalah plak tunggal atau multiple dengan batas tegas, eritematosa, basah/lembap, dan seperti beludru. Biasanya pasien akan mengalami nyeri, gatal, terjadi perdarahan dan adanya krusta. Secara gambaran histopatogi, EQ mirip dengan Bowen disease. Gambarannya berupa parakeratosis, hyperkeratosis, dan akantosis. Pada epidermis, sel keratinosit terlihat pleomorfik dan hiperkromatik. Namun, pada EQ dapat dilihat hypoplasia epidermal dan banyaknya infiltrate dari sel plasma di dermis.1,2

Diagnosis banding EQ meliputi psoriasis, dermatitis seboroik, liken planus, liken sklerosus, Zoon balanitis, candidiasis, penile psoriasis, irritant balanitis, dan Paget’s disease. Untuk penegakkan diagnosis, biasanya dilakukan biopsy. Karena lesi eritema pada laki-laki (yang sudah tua) umumnya berbatas tidak tegas, maka ada beberapa faktor yang menyarankan agar dilakukannya biopsy, yakni: 1) jika lesinya tidak berpindah, 2) pasien tidak memiliki kelainan kulit pada glans penis, 3) partner sexual mengalami cervical dysplasia, dan 4) lesi tidak dapat membaik dengan terapi topical untuk balanitis, candidiasis, dan psoriasis. Selain itu, diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan jika partner sexual pasien mengalami pre-invasif dan invasive kanker serviks.1

Pencegahan yang dapat dilakukan adalah melakukan sirkumsisi. Pengobatan penyakit ini adalah dengan memberikan sediaan krim 5-fluorouracil 5% yang digunakan satu kali sehari. Pengobatan tersebut dilakukan selama 3-12 minggu. Selain itu, dapat digunakan pula krim imiquimod 5% yang digunakan satu kali sehari. Obat tersebut tidak memberikan respon antiinflamasi. Selain itu, terdapat pula obat oral yang diberikan, seperti obat kemoterapi. Jika bentuk lesinya sudah lebih agresif, maka diperlukan pembedahan, laser treatment, photodynamic therapy, dan radiation therapy.1,2

2. Leukoplakia

WHO mendefinisikan leukoplakia sebagai suatu bercak atau plak putih pada mukosa yang tidak dapat dihilangkan. Leukoplakia merupaka pre-kanker pada mukosa oral, yang berpotensi menjadi oral karsinoma sel skuamosa (OKSS). Secara klinis, oral leukoplakia (OL) mirip dengan oral eritroplakia (OE). Namun, OL lebih jarang bertransformasi menjadi ganas, dengan kemungkinan hanya 5%. Faktor yang berhubungan dengan penyakit ini adalah kebiasaan merokok dan hygiene gigi yang buruk. Hal ini dapat disebabkan karena adanya glositis atrofi sifilis, tapi bercak kecil putih berlendir dapat ditemukan dimanapun di dalam rongga mulut selama penderita berada di periode sifilis sekunder. Leukoplakia biasanya diderita orang dewasa dan kebanyakan lebih besar pada laki-laki daripada perempuan.3

Penyebab penyakit ini masih belum diketahui. Faktor yang memungkinkan terjadinya leukoplakia adalah penggunaan tembakau, konsumsi alcohol, dan candidiasis. Penggunaan tembakau dipercaya menjadi faktor risiko terbesar terhadap perkembangan OL karena dapat menyebabkan lesi putih pada mukosa oral. Sebagian kecil juga dapat disebabkan akibat suatu infeksi, seperti sifilis, dan HPV. Untuk mencegah penyakit ini adalah dengan mengkonsumsi makanan banyak serat, buah-buahan, dan sayuran.3

Gambaran klinis dari OL dibagi menjadi 2 tipe: OL homogen dan nonhomogen. OL homogen didefinisikan sebagai lesi datar berwarna putih. Lesinya seragam dengan adanya kerutan atau lipatan serta permukaan yang bergelombang. Sedangkan OL nonhomogen didefinisikan sebagai lesi datar putih atau putih kemerahan (eritroleukoplakia) yang irregular, disertai nodul, ulkus, dan verukosa. OL nonhomogen memiliki risiko transformasi malignan sekitar 4-5 kali lebih tinggi daripada OL homogen. Gambaran histopatologi dari OL adalah berupa dysplasia epitel, yakni lesi pre-kanker dari epitel berlapis gepeng dengan ciri adanya sel yang tidak normal dan hilangnya kemampuan maturasi. Selain itu, karsinoma in situ pada oral dideskripsikan dengan penebalan epitel skuamosa tanpa adanya invasi stroma. Diagnosis banding untk leukoplakia adalah karsinoma sel skuamosa, oral hairy leukoplakia, liken planus, keratosis, stromatitis nicotina, leukoedema, dan white sponge nevus.3

Pengobatan atau terapi yang diberikan dilihat dari adanya dan tingkatan dysplasia epitel. Jika tidak ada atau ditemukan dysplasia epitel yang ringan pada gambaran histopatologi, akan diberikan treatment jika lesinya luas. Namun, jika dysplasia epitel sedang atau berat, maka dianjurkan untuk mengilangkan semua lesi yang ada.3

3. Giant Congenital Nevus Pigmentosus

Giant congenital nevus pigmentosus dikenal juga sebagai congenital nevomelanocytic nevus (CNN). CNN merupakan lesi berpigmentasi pada kulit yang biasanya ada sejak lahir, dengan ukuran yang kecil hingga besar. CNN merupakan tumor jinak yang terdiri atas sel yang disebut dengan nevomelanocytes, yang merupakan derivate dari melanoblas. Semua CNN, tanpa melihat ukuran, memiliki kemungkinan bertransformasi menjadi melanoma malignan. Prevalensi dari CNN adalah 2,5% dari bayi yang baru lahir mengalami CNN berukuran kecil (< 1,5 -2 cm), 1/2000 kelahiran bayi mengalami CNN medium (1,5-20 cm), dan 1/20.000 kelahiran bayi mengalami giant CNN (>20 cm).4

Penyebab penyakit ini adalah multifaktorial. CNN dapat terjadi akibat kegagalan perkembangan dari derivate neural crest, yakni melanoblast. Defek ini mungkin terjadi pada usia janin 10 minggu. CNN pada bayi baru lahir terlihat seperti macula kecokelatan, yang semakin lama semakin menjadi gelap dan meninggi. Penyakit ini mengenai baik laki-laki maupun perempuan.4

Gambaran klinis dari CNN adalah adanya macula kecokelatan berbatas tegas disertai papul, plak, dan rambut terminal yang kasar. Bentuknya oval atau bulat dengan penyebaran diskret. Gambaran histopatologi dari CNN adalah adanya nevomelanosit di epidermis dan di dermis seperti lembaran atau sarang. Pada giant CNN mungkin akan ditemukan penyebaran nevus hingga otot atau tulang.4

CNN memang ada sejak lahir, tetapi variasinya berkembang pada saat bayi. Risiko terjadinya perkembangan menjadi melanoma pada CNN berukuran kecil adalah 5% dan pada giant CNN adalah 6,3%. Giant CNN pada kepala dan leher mungkin, akan berhubungan dengan adanya leptomeninges, yang menimbulkan kejang, focal neurologic defects, dan hidrosefalus. Selain itu, giant CNN yang berada diatas kolumna vertebral dapat berhubungan dengan adanya spina bifida atau meningomyelocele.4

Pengobatan pada CNN ditentukan dari prognosisnya. Pada CNN kecil dan jinak (<1,5 cm), maka dapat dimonitoring hingga dewasa dan kemudian dapat dilakukan eksisi dengan anestesi local. Selain itu, perlu diperhatikan tanda-tanda dari transformasi malignan, yakni perubahan bentuk, irregular border, perubahan warna, dan symptom (seperti gatal, nyeri, atau mudah perdarahan). Giant CNN dapat menjadi ganas sebelum pubertas. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengukuran lesi secara klinis. Pada giant CNN di kepala atau leher, maka diperlukan evaluasi neurologic. Dengan MRI dengan kontras, dapat ditunjukkan jika adanya peningkatan tekanan intracranial.4

4. Liken Sklerosus et Atrofikus

Liken Sklerosus (LS) adalah dermatosis inflamasi yang kronis dan idiopatik dengan adanya atrofi, yang menimbulkan rasa gatal yang hebat. LS dapat bermanifestasi sebagai kelainan ekstragenital yang secara umum tidak pruritik. Beberapa faktor yang berhubungan dengan penyakit ini adalah trauma dan abnormalitas anatomi. Tempat-tempat predileksinya adalah di sekitar daerah genitalia. LS lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki, yakni dengan rasio prevalensi 5:1.1,3

Etiologi dan Patogenesis

Liken sklerosus et atrofikus (LS) merupakan suatu kelainan yang masih belum diketahui penyebabnya. Selain itu, tidak ditemukan pula predisposisi genetik pada penyakit ini. Ada pendapat yang menyatakan bahwa penyakit ini disebabkan oleh suatu infeksi, seperti spirochetes atau Borrelia, tetapi hal ini masih belum dapat dibuktikan. Pada bukti pemeriksaan serologi dan klinis, didapatkan bahwa penyakit tiroid, alopecia areata, pernicious anemia, dan vitiligo memiliki hubungan dengan LS. LS ektagenital umumnya berhubungan dengan plak bertipe mophea.3

Gambaran Klinis

Umumnya pada penderita penyakit ini akan ditemui papul polygonal, plak putih yang disertai dengan atrofi kulit, fisura, telangektasia, purpura, eritema, dan erosi di area anogenital. Pada pria, biasanya yang menderita penyakit ini akan mengeluhkan rasa gatal, terasa panas, perdarahan, adanya blister, dan ketidaknyamanan saat membuang air kecil. Ukuran dari lesi LS pun bervariasi. Anogenital LS dapat menyebabkan dyspareunia, dysuria, dan ketidaknyamanan saat defekasi.3

Gambaran Histopatologi

Pada LS dapat kita temukan atrofi epidermis dan adanya infiltrate lichenoid pada dermal-epidermal junction. Selain itu, pada awal terjadinya LS maka dapat ditemukan edema pada papilla dermis yang kemudian digantikan dengan fibrosis. Selain itu, terdapat pula infiltrate limfosit, seperti sel limfosit T dan sel B. Adanya hyperplasia atau dysplasia epidermal akan menunjukkan peningkatan risiko terhadap transformasi malignan.3

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi adalah terjadinya stenosis vulvo-vaginal. Selain itu, dapat pula berkembang menjadi karsinoma sel skuamosa. Faktor risiko yang dapat menyebabkanhal tersebut adalah usia, lamanya menderita LS, adanya infeksi HPV, dan terjadinya hiperplasia. Anak perempuan prapubertas jika mengalami liken sklerosus biasanya akan disertai dengan disuria dan nyeri pada saat defekasi. Prognosis penyakit pada anak-anak adalah baik, dan sebagian besar dapat sembuh saat memasuki masa pubertas. Liken sklerosus juga dapat diderita laki-laki. Jika liken sklerosus terjadi di glans penis dan prepusium (disebut sebagai balanitis serotika obliterans), maka dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya fimosis dan stenosis meatus. Oleh karena itu, untuk menghilangkan fimosis yang mungkin terjadi, maka dilakukanlah sirkumsisi pada anak laki-laki.3

Diagnosis Banding dan Pengobatan

Untuk menegakkan diagnosis LS, biasanya dapat digunakan punch biopsy atau uji ELISA. Diagnosis bandingnya adalah dengan balanitis plasmacelularis, child abuse, dermatitis kontak, genital hygiene, liken planus, liken simpleks kronik, dan vitiligo.1,3

Penyakit ini jika menyerang orang dewasa biasanya bersifat kronis dan dapat terjadi kekambuhan. Pada daerah vulva, biasanya dapat diberikan kortikosteroid topical, seperti clobetasol, yang sangat poten sehingga dapat mengurangi keluhan pada pasien. Para pasien pun harus selalu di bawah pengawasan karena untuk menghindari risiko terjadinya perubahan menjadi neoplastik. Selain itu, jika sistemik maka dapat diberikan retinoid, seperti isotretionin, etretinate, serta acitretin dan tacrolimus oral.3

Rujukan:

1. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews’ Disease of The Skin: Clinical Dermatology. Ed. 10th. Canada: Saunders Elsevier. 2006.

2. Egan KM. Erythroplasia of Queyrat (Bowen Disease of Glans Penis). Medscape Reference. October 2011. Available on:

http://emedicine.medscape.com/article/1100317-overview#showall (23 Nov. 2011)

3. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Ed. 7th. USA: The McGraw-Hill Companies Inc. 2008.

4. Kane KSM, Ryder JB, Baden HP, Stratigos A. Color Atlas & Synopsis of Pediatric Dermatology. USA: McGraw-Hill Companies. 2002. Pg: 151-153.

Aisyah

No comments: